Agama dan Manhaj
Agama Allah itu satu, yaitu Islam. Allah berfirman, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Āli ‘Imrān: 19). Ini adalah agama Allah untuk orang-orang terdahulu sampai terakhir. Allah Ta’ālā berfirman,
“Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan…” (QS. Al-Māi`dah: 44).
Ini merupakan Islam dengan makna umum, yaitu menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan.
Adapun Islam dengan makna khusus, maka itu adalah agama yang dengannya Allah mengutus Nabi-Nya Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang berisi petunjuk dan agama kebenaran, berupa akidah yang sahih, syariat yang adil, amalan saleh, dan akhlak yang lurus. Agama ini menasakh agama-agama sebelumnya, dan Allah tidak menerima agama selainnya. Allah berfirman,
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Āli ‘Imrān: 85)
Dan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seorang Yahudi dan tidak pula Nasrani dari umat manusia ini mendengar tentangku, kemudian dia meninggal sebelum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, melainkan dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)[1]
Allah menamakan orang-orang yang telah mendapatkan kebaikan dari-Nya dengan nama Muslimin. Allah berfirman,
“(Ikutilah) agama nenek moyangmu, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu.” (QS. Al-Ḥajj: 78)
Namun, karena sunnatullah berlaku terhadap makhluknya sehingga mereka berselisih dan terpecah belah, sebagaimana disebutkan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Ahli Kitab terpecah menjadi 72 millah (golongan), dan sesungguhnya (umat) agama ini akan terpecah menjadi 73 golongan: tujuh puluh dua golongan di neraka, dan satu golongan di surga. Mereka adalah Al-Jamā’ah.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi).[2] Maka golongan yang selamat ini adalah Ahli Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh dengan Al-Qur`ān, mengikuti Sunnah, terbebas dari berbagai noda (syirik), hawa nafsu, dan bidah. Mereka adalah golongan yang menang, sebagaimana disabdakan oleh Nabi tentang mereka, “Sekelompok umatku akan senantiasa mendirikan perintah Allah. Orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka tidak akan memberikan mudarat kepada mereka, hingga datang perintah Allah dan mereka dalam keadaan menang terhadap manusia lainnya.” (Muttafaq ‘alaihi)[3]
Mereka ini ada di pertengahan di antara dua golongan, mereka bersikap lurus di antara dua kelompok yang bengkok, dan pemilik petunjuk di antara dua kesesatan:
- Mereka ada di antara Musyabbihah dan Mu’aṭṭilah dalam bab sifat-sifat Allah.
- Mereka ada di antara Jabariyah dan Qadariyah dalam bab perbuatan Allah.
- Mereka ada di antara Murjiah dan Wa’īdiyyah dalam bab ancaman Allah serta istilah iman dan agama.
- Mereka ada di antara Khawarij dan Rafidah terkait sahabat-sahabat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Mereka berlepas diri dari mazhab-mazhab yang sesat dan sekte-sekte menyimpang, dan mereka sangat senang dengan adanya nikmat Allah kepada mereka lantaran Dia telah menganugerahkan mereka kecintaan terhadap keimanan, lalu kecintaan itu dihiasi dalam hati mereka. Allah juga membuat mereka membenci kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat: “sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Ḥujurāt: 8)
Semoga selawat dan salam tercurahkan kepada hamba dan Nabi-Nya Muhammad, keluarganya, serta para sahabatnya semuanya.
Ditulis oleh
Prof. Dr. Ahmad bin Abdurraḥmān Al-Qāḍiy
Selesai ditulis pada tanggal 15/2/1427 H
Kota ‘Unaizah
Catatan Kaki[+]
↑1 | HR. Muslim nomor 153, dari hadis Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu. |
---|---|
↑2 | HR. Ahmad nomor 16937, Abu Daud nomor 4597, dari hadis Mu’awiyah bin Abi Sufyan raḍiyallāhu ‘anhu, Tirmizi nomor 2640, Ibnu Majah nomor 3991 dari hadis Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu. Dan Tirmizi juga meriwayatkan dengan nomor 2641 dari hadis Abdullah bin ‘Amr raḍiyallāhu ‘anhumā. Ibnu Majah juga meriwayatkan dengan nomor 3992 dari hadis ‘Auf bin Malik raḍiyallāhu ‘anhu. |
↑3 | HR. Bukhari nomor 3641, dan Muslim nomor 1037, 4955, dari hadis Mu’awiyah raḍiyallāhu ‘anhu. Redaksi ini milik Muslim. |