Hukum Ikhlas dan Niat Di Semua Amalan

4 menit waktu membaca

Daftar Isi

Ayat Tentang Ikhlas dan Niat

Allah -Ta’ālā- berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama yang lurus, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang benar.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Allah -Ta’ālā- juga berfirman,

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. (QS. Al-Ḥajj: 37)

Allah -Ta’ālā- juga berfirman,

قُلۡ إِن تُخۡفُواْ مَا فِي صُدُورِكُمۡ أَوۡ تُبۡدُوهُ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ

“Katakanlah, ‘Jika kamu sembunyikan apa yang ada dalam hati kamu atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya.” (QS. Āli ‘Imrān: 29)

Pelajaran dari Ayat-Ayat Diatas

1) Niat adalah keinginan, dan tempatnya di hati; niat tidak bertempat di lisan dalam semua perbuatan; karena Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- yang merupakan teladan kita semua melakukan wudu, salat, puasa, sedekah, dan haji dengan tidak pernah melafalkan niatnya.

2) Seorang hamba wajib menghadirkan niat di semua ibadah; yaitu meniatkan niat ibadah, dan meniatkannya untuk Allah, bahwa dia melakukannya dalam rangka mengimplementasikan perintah Allah -Ta’ālā-.

Inilah niat yang paling sempurna. Misalnya, ketika berwudu, ia meniatkan bahwa ia berwudu karena Allah, dan dalam rangka melaksanakan perintah Allah -Ta’ālā-.

Hadis Tentang Ikhlas dan Niat

عن أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بْنِ نُفَيْلِ بْنِ عَبدِ الْعُزَّىٰ بْنِ رِيَاحِ بْنِ عَبْدِ الله بْنِ قُرْطِ بْنِ رزَاحِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَي بنِ غَالِبٍ الْقُرَشِيّ الْعَدَوِيِّ رضي الله عنه، قَالَ: سَمِعتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم  يقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّـيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجرَتُهُ إِلَىٰ الله وَرَسُولِهِ فَهِجْرتُهُ إلَىٰ الله وَرَسُولهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَىٰ مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Amīrul-Mu`minīn Abu Ḥafṣ Umar bin Al-Khaṭṭāb bin Nufail bin Abdul-‘Uzzā bin Riyāḥ bin Abdullah bin Qurṭ bin Razāḥ bin ‘Adī bin Ka’ab bin Lu`ai bin Gālib Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

 “Sesungguhnya semua amalan itu ‎tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang (balasan dari) apa yang ‎diniatkannya. Maka siapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada ‎Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan, atau karena ‎seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tuju.” (Muttafaq ‘Alaih)

 (HR. Dua imam ahli hadis: Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mugīrah bin Bardizbah Al-Ju’fiy Al-Bukhāriy, dan Abul-Ḥusain Muslim bin Al-Ḥajjāj bin Muslim Al-Qusyairiy An-Naisābūriy -semoga Allah meridai mereka berdua- dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab hadis yang paling sahih)

Kosa Kata Asing

  • اَلْهِجْرَةُ (Al-Hijrah): berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam.
  • يَنْكِحُهَا (yankiḥuhā): menikahinya.

Pelajaran Dari Hadis Diatas

1) Hadis ini menjadi tolok ukur bagi seseorang untuk mengukur semua amalnya yang bersifat batin; apakah di dalamnya dia ikhlas karena Allah -Ta’ālā- ataukah tidak?

2) Perbedaan manusia dalam amal perbuatan sesuai perbedaan niat mereka; sebagian orang niatnya mencapai puncak keikhlasan dan mutāba’ah (sesuai Sunnah) dalam perbuatan-perbuatan baik dan amal saleh, dan sebagian yang lain niatnya di bawah itu.

3) Berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam wajib bagi setiap orang yang mampu, sebagaimana kondisi orang-orang mukmin terdahulu dari kalangan sahabat yang mulia yang berhijrah dari Mekah ke Madinah sebelum Mekah menjadi negeri Islam dan iman.

Faedah Tambahan

  1. Hijrah berlaku pada perbuatan, pelaku (orang), dan tempat.

Pertama: hijrah perbuatan; yaitu seseorang meninggalkan berbagai macam maksiat yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam hadis:

المهاجر من هجر ما نهىٰ الله عَنْهُ

“Orang yang hijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)

Kedua: hijrah pelaku (orang); seperti berhijrah meninggalkan orang yang terang-terangan melakukan maksiat, jika meninggalkannya memiliki maslahat dan manfaat, misalnya dia akan meninggalkan larangan Allah, maka dia harus ditinggalkan.

Ketiga: hijrah tempat; yaitu seseorang berpindah dari daerah yang terdapat banyak maksiat dan dosa ke daerah yang tidak ada maksiatnya atau ada tapi sedikit, karena seseorang biasanya terpengaruh oleh kondisi lingkungan sekitarnya, baik pengaruh baik ataupun buruk.

  1. Apa hukumnya seorang muslim melakukan safar ke negeri orang kafir?

Perjalanan seorang muslim ke negeri orang kafir tidak diperbolehkan, yaitu haram, kecuali jika terpenuhi syarat-syarat yang khusus, maka diperbolehkan; yaitu:

– Muslim tersebut memiliki ilmu agama yang kuat untuk menolak syubhat kekafiran dari dirinya; karena bisa jadi orang-orang kafir akan menyodorinya permasalahan-permasalan yang rumit dan sulit tentang perkara agama, Al-Qur`ān, Rasulullah, dan lain sebagainya, lalu dia tidak mengetahui jawabannya.

– Dia memiliki kekuatan agama dan ketakwaan yang akan melindunginya dari berbagai maksiat haram yang tersebar di sana, seperti khamar, zina, begadang yang haram, dan lain sebagainya.

– Dia memang sangat butuh untuk melakukan perjalanan tersebut. Adapun sebatas pergi untuk rekreasi maka tidak diperbolehkan. Misalnya; dia melakukan safar untuk berobat dan belajar ilmu yang tidak didapatkan di negeri kaum muslimin, atau bisnis yang bermanfaat untuk dirinya dan kaum muslimin secara umum.

Di antara perjalanan yang dianjurkan ataupun wajib adalah perjalanan para dai dan ulama jika dilakukan dengan tujuan berdakwah kepada agama Allah -Ta’ālā-.

Sumber: Rauḥ Wa Rayāḥīn Syarah Kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn

Ditulis oleh Ustaz Muhammad Thalib, MA
Diambil dari website: mutiaradakwah.com
Print Artikel

Berlanggan Artikel Mutiara Dakwah

Berlangganlah secara gratis untuk mendapatkan email artikel terbaru dari situs ini.

Trending
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email

Tambahkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Setiap Amalan Tergantung Niatnya
Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.

Setiap Amalan Tergantung Niatnya

Apakah setiap amalan yang kita lakukan harus ikhlas? Apa yang terjadi jika kita tidak ikhlas dalam perbuatan-perbuatan kita? Baca penjelasannya pada artikel ini.

Baca Selengkapnya »
Pahala Karena Niat Baik Dan Buruk
Muhammad Thalib, MA

Pahala Karena Niat Baik Dan Buruk

Jika seseorang telah berniat melakukan kebaikan, lalu ia tidak jadi melakukannya, apakah ia akan tetap mendapatkan pahala? Jika seseorang telah berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak jadi melakukannya, apakah ia

Baca Selengkapnya »

Apakah Anda Ingin Meningkatkan Bisnis Anda?

Tingkatkan dengan cara beriklan

Formulir anda berhasil dikirim, terimakasih

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

Hukum Shalat Memakai Masker Saat Pandemi Covid-19 Setiap Amalan Tergantung Niatnya Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran Mengkhatamkan Al-Qur`an Sebulan Sekali Pelajari Adab Sebelum Ilmu Kenapa Kita Harus Belajar Fikih Muamalat? Tata Cara Wudhu Yang Benar Pembagian Tauhid dan Maknanya Hukum Belajar Bahasa Inggris Kisah Rasulullah Hijrah Ke Madinah Mengajak Orang Lain Berbuat Baik, Tapi Lupa Diri Sendiri