Apakah “Tafsir” itu?
Tafsir (التفسير), secara bahasa diambil dari kata الفسر yang bermakna menyingkap sesuatu yang tertutup sehingga menjadi jelas.[1] Jadi, sebagaimana dijelaskan oleh pakar bahasa Arab, Ibnul Faris dalam Mu’jam Maqayis Al-Lughah bahwa makna bahasa dari kata tafsir adalah penjelasan sesuatu.[2] Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ālā:
وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) syubhat, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”[3].
Adapun secara istilah, beragam para ulama dalam mendefinisikannya, Syekh Al-Uṡaimin dalam kitabnya Uṣūlun fit Tafsīr mendefinisikan istilah tafsir dengan definisi berikut.
بيان معاني القرآن الكريم
“Penjelasan makna Al-Qur`an Al-Karīm.”[4]
Az-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan fī ‘Ulūmul Qur`ān mendefinisikan tafsir sebagai berikut.
علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه
“Ilmu yang dengannya dapat diiketahui (kandungan) Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, dapat diketahui penjelasan makna-maknanya serta bisa dikeluarkan hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya”[5].
Wallāhu a’lam, definisi yang tepat adalah definisi yang disampaikan oleh Syekh Al-Uṡaimin raḥimahullāh di atas, dan InsyaAllah akan ditulis sebuah artikel yang menjelaskan tentang alasan ilmiahnya.
Keutamaan Mempelajari Tafsir Al-Qur`an
Ilmu tafsir Al-Qur`an termasuk ilmu yang paling mulia. Hal ini ditinjau dari beberapa alasan berikut ini.
1. Materi Ilmu Tafsir Adalah Materi Pelajaran Yang Paling Mulia
Ibnul Qayyim raḥimahullāh dalam Miftāḥ Dāris Sa’ādah: 1/86 mengatakan,
وهو أن شرف العلم تابع لشرف معلومه
“Bahwa kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan materi yang dipelajari dalam ilmu tersebut.”
Jelaslah bahwa ilmu Tafsir termasuk ilmu yang paling mulia karena materi yang dipelajari darinya adalah kalāmullāh. Hal ini karena tidak ada satu pun dari ucapan yang lebih mulia dari firman Allah Ta’ālā, oleh karena itu pantaslah jika termasuk diantara ilmu yang paling mulia.
2. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an Adalah Jenis Mempelajari Al-Qur`an Yang Paling Mulia
Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خيركم من تعلم القرآن وعلمه
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya”[6].
Imam Ibnul Qoyyim raḥimahullāh setelah membawakan hadis di atas, lalu menjelaskan,
وتعلم القرآن وتعليمه يتناول تعلم حروفه وتعليمها، وتعلم معانيه وتعليمها
“Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup:
1. Mempelajari dan mengajarkan huruf-hurufnya, dan
2. Mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya,”
وهو أشرف قسمي تعلمه وتعليمه، فإن المعنى هو المقصود، واللفظ وسيلة إليه
“Yang terakhir inilah (no.2) merupakan jenis mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya yang paling mulia, karena makna Al-Qur`an itulah yang menjadi tujuan yang dimaksud, sedangkan lafaz Al-Qur`an adalah sarana untuk mencapai maknanya.”
فتعلم المعنى وتعليمه تعلم الغاية وتعليمها
“Maka mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah tujuan.”
وتعلم اللفظ المجرد وتعليمه تعلم الوسائل وتعليمها
“Sedangkan mempelajari dan mengajarkan lafadz semata (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah sarana.”
وبينهما كما بين الغايات والوسائل
“Dan (perbandingan) diantara keduanya seperti perbandingan antara tujuan dan sarana.”[7]
Ucapan Emas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah raḥimahullāh,
العادة تمنع أن يقرأ قوم كتاباً في فن من العلم، كالطب والحساب، ولايستشْرِحوه، فكيف بكلام الله الذي هو عصمتهم، وبه نجاتهم وسعادتهم، وقيام دينهم ودنياهم
“Adat kebiasaan manusia itu menolak jika ada sekelompok orang yang membaca suatu buku dalam disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran dan matematika, namun mereka tidak mau mengetahui makna/maksudnya, (jika demikian kenyataannya), bagaimana dengan Kalāmullāh yang menjadi penyebab tercegahnya seseorang dari kebinasaan, penyebab kesuksesan, kebahagiaan mereka dan penyebab tegaknya urusan agama serta dunia mereka.”[8]
3. Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Mentadaburi Al-Qur`an Adalah Akan Dikunci Hatinya
Firman Allah Ta’ālā:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`an bahkan hati mereka terkunci?”[9].
Ibnu Katsir raḥimahullāh berkata,
يقول تعالى آمرا بتدبر القرآن وتفهمه، وناهيا عن الإعراض عنه، فقال: {أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها} أي: بل على قلوب أقفالها ، فهي مطبقة لا يخلص إليها شيء من معانيه
“Allah Ta’ālā berfirman, memerintahkan (hamba-Nya) untuk mentadaburi dan memahami Al-Qur`an dan melarangnya berpaling darinya, dengan berfirman,
أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها
, yaitu bahkan hati mereka terkunci, maka hati tersebut tertutup, tidak ada satu makna Al-Qur`an pun yang masuk ke dalam hatinya”[10].
Berkata Syaikh Muhammad Ṣāliḥ Al-‘Uṡaimin raḥimahullāh,
أن الله تعالى وبخ أولئك الذين لا يتدبرون القرآن، وأشار إلى أن ذلك من الإقفال على قلوبهم، وعدم وصول الخير إليها
“Bahwa Allah Ta’ālā mencela orang-orang yang tidak mentadaburi Al-Qur`an,dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk bentuk dari penguncian hati mereka serta tidak bisa sampainya kebaikan kepada hati mereka” (Ushulun fit Tafsir, Syaikh Muhammad Ṣāliḥ Al-‘Uṡaimin, hal.23)
4. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an Sebagai Sebab Terhindar Dari Kesesatan Di Dunia Dan Tercapai Kebahagiaan Di Akhirat
Di antara keutamaan mempelajari tafsir Al-Qur`an adalah terhindar dari kesesatan di dunia dengan meniti jalan lurus yang ditunjukkan Al-Qur`an, serta masuk kedalam Surga dan selamat dari siksa di akhirat. Imam Aṭ-Ṭabari raḥimahullāh menyebutkan dalam kitab Tafsirnya,
“Amr bin Qais Al-Mula`i dari Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,
تضمن الله لمن قرأ القرآن، واتبع ما فيه أن لا يضل في الدنيا ولا يشقى في الآخرة ، ثم تلا هذه الآية
“Allah menjamin barangsiapa yang membaca Al-Qur`an dan mengikuti ajaran yang terkandung didalamnya, maka ia akan tidak sesat di dunia dan tidak sengsara di akhirat, lalu Ibnu Abbas membaca ayat berikut ini.
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
“Lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”[11].
5. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an Adalah Salah Satu Tujuan Diturunkannya Al-Qur`an
Syaikh Muhammad Ṣāliḥ Al-‘Uṡaimin raḥimahullāh telah menjelaskan,
فالقرآن الكريم نزل لأمور ثلاثة: التعبد بتلاوته، وفهم معانيه والعمل به
“Al-Qur`an itu diturunkan untuk tiga tujuan: beribadah dengan membacanya, memahami maknanya dan mengamalkannya”.
Perhatikanlah, Syaikh Al-‘Uṡaimin raḥimahullāh menunjukkan tiga perkara yang menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Tentunya ketiga perkara ini sama-sama pentingnya, sama-sama baiknya, sama-sama menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an.
Yang pertama dari tujuan tersebut adalah beribadah kepada Allah dengan membacanya, tentunya membacanya dengan tajwid dan ilmu qirā`ah, kedua: memahami makna atau tafsirnya, ketiga: mengamalkannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur`an.
Jika seseorang sudah bisa membaca Al-Qur`an atau menghafalnya, ia barulah meraih sepertiga dari tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Janganlah berhenti sampai di situ saja, teruskan dengan mempelajari tafsirnya, sehingga ia dapat mengamalkan isi Al-Qur`an.
6. Kesempurnaan Agama Dan Dunia Seseorang Didapatkan Dengan Mengetahui Tafsir Kitabullah Dan Mengamalkannya
Berkata Al-Aṣbahani raḥimahullāh:
و أما من جهة شدة الحاجة فلأن كل كمال ديني أو دنيوي عاجلي أو آجلي مفتقر إلى العلوم الشرعية و المعارف الدينية و هي متوقفة على العلم بكتاب الله تعالى
“Adapun ditinjau dari kebutuhan (manusia) yang sangat (terhadap Tafsir Al-Qur`an), maka hal ini karena seluruh kesempurnaan agama atau dunia, baik yang disegerakan ataupun diakhirkan, membutuhkan kepada ilmu Syar’i dan pengetahuan agama, sedangkan semua itu terkait erat dengan pengetahuan tentang Kitabullah Ta’ālā.”
Sungguh benar ucapan beliau, “bukankah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya dijamin keluar dari kegelapan kepada cahaya?”
Allah Ta’ālā berfirman tentang Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”[12].
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di raḥimahullāh menjelaskan,
“Allah Ta’ālā mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, untuk menyampaikan manfaat kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman, dan akhlak yang baik. Firman Allah بِإِذْنِ رَبِّهِمْ yang artinya “dengan izin Tuhan mereka”, maksudnya: tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah, melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi seorang hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka (semata).
Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Al-Qur`an, dengan berfirman, إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ yang artinya “(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”, maksudnya: yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya, yang mencakup atas ilmu yang benar dan pengamalannya. Dalam penyebutan العزيز الحميد setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya, terdapat isyarat kepada orang yang menitinya, bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah, dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik”[13].
Dari penjelasan di atas, sangatlah jelas bahwa barangsiapa yang ingin keluar dari dosa-dosa, ingin keluar dari kekurangan dan kelemahannya menuju kepada kesempurnaan, maka perbanyaklah mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, bukannya justru menyedikitkan hal itu sembari sibuk dengan urusan-urusan dunia, sehingga lalai dari belajar dan mengamalkan Al-Qur`an.
7. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an Adalah Sebab Yang Besar Didapatkannya Kelezatan Dalam Membacanya
Berkata Imam Ahli Tafsir di zamannya dan zaman setelahnya, sekaligus penulis kitab tafsir Jami’ul Bayān, Al-Imam Aṭ-Ṭabari raḥimahullāh,
إني لأعجب ممن قرأ القرآن ولم يعلم تأويله كيف يلتذ بقراءته؟
“Sesungguhnya saya benar-benar heran kepada orang yang membaca Al-Qur`an, namun ia tidak mengetahui tafsirnya, maka bagaimana ia bisa merasakan kelezatan bacaannya?”[14].
Dengan demikian, jelaslah urgensi mempelajari tafsir Al-Qur`an Al-Karīm. Semoga Allah Ta’ālā menjadikan kita termasuk orang-orang yang dimudahkan mempelajari tafsir Kalam-Nya dan mengamalkannya.
Catatan Kaki[+]
↑1 | Uṣūlun fit Tafsīr, Syekh Al-Uṡaimin, hal. 23. |
---|---|
↑2 | Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris: 4/504 |
↑3 | QS. Al-Furqān: 33 |
↑4 | Uṣūlun fit Tafsīr, Syekh Al-Uṡaimin, hal. 23. |
↑5 | Al-Burhan fī ‘Ulūmul Qur`ān, hal. 22 |
↑6 | HR. Imam Al-Bukhari |
↑7 | Miftāḥ Dāris Sa’ādah: 1/280, Ibnul Qoyyim raḥimahullāh. |
↑8 | Majmū’ul Fatāwā: 13/332, dinukil dari Uṣūlun fit Tafsīr, Syekh Muhammad Ṣāliḥ Al-‘Uṡaimin, hal.24 |
↑9 | QS. Muhammad: 24 |
↑10 | Tafsir Ibnu Katsir raḥimahullāh, jilid.4 hal. 459 |
↑11 | QS. Ṭaha: 123 |
↑12 | QS. Ibrahim: 1 |
↑13 | Tafsir As-Sa’di, hal. 478 |
↑14 | Mu’jamul Adibba`: 8/63, dinukil dari Muḥāḍarāt fi ‘Ulūmil Qur`ān |