Boikot Umum
Setelah berbagai upaya mencegah dakwah Rasulullah ﷺ menemui kegagalan, kaum kafir Quraisy menempuh jalan lain; Pemboikotan.
Mereka bersepakat untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Muṭalib, dengan melarang mengadakan pernikahan, jual beli, bergaul, berkunjung dan berbicara kepada mereka kecuali jika mereka menyerahkan Rasulullah ﷺ untuk dibunuh.
Kesepakatan tersebut mereka tulis dalam lembaran yang digantung di Kakbah.
Akibat pemboikotan itu, Bani Hasyim dan Bani Muṭalib menjadi terisolir; baik yang beriman maupun yang kafir -kecuali Abu Lahab-. Mereka terkurung di perkampungan Abu Ṭalib sejak awal Muharram tahun ke-7 kenabian.
Tiga Tahun dalam Pemboikotan
Pemboikotan semakin lama semakin keras. Makanan yang masuk atau dijual di Mekkah selalu lebih dahulu diborong oleh kaum musyrikin. Mereka mengalami kelaparan luar biasa, hingga mereka hanya makan dedaunan dan kulit binatang.
Pembatalan Lembar Perjanjian
Setelah 3 tahun pemboikotan, pada bulan Muharram tahun 10 kenabian terjadilah pembatalan pemboikotan. Hal tersebut bermula dari pertentangan di kalangan Quraisy sendiri, antara mereka yang ingin meneruskan pemboikotan dengan mereka yang menentang pemboikotan, dengan alasan bahwa yang menderita atas pemboikotan tersebut adalah sanak saudara mereka sendiri.
Jumlah mereka yang menentang semakin lama semakin banyak dan kemudian menjadi suara mayoritas.
Sementara itu, Abu Ṭalib diberitahu oleh Rasulullah ﷺ bahwa Allah Ta’ālā telah mengutus rayap-rayap untuk memakan lembaran perjanjian boikot tersebut, hingga tersisa sedikit yang di dalamnya masih tersimpan kalimat zikir (lafaz Allah).
Maka Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada orangorang Quraisy seraya berkata:
“Jika dia berdusta akan kami biarkan kalian berbuat sesuka hati kalian kepadanya, namun jika dia benar, hendaklah kalian menghentikan boikot dan kezaliman kalian kepada kami.”
Kemudian Muṭ’im bermaksud merobek lembaran perjanjian tersebut, namun didapatinya bahwa rayap telah memakannya kecuali yang terdapat tulisan:
باسمك اللهم
“Dengan nama-Mu, ya Allah”
Dan yang padanya terdapat kata “Allah”, tidak dimakannya.
Dengan demikian berakhirlah pemboikotan, lalu keluarlah Rasulullah ﷺ dari perkampungan. Sementara orang-orang Musyrik telah melihat bukti-bukti kenabian yang sangat jelas, akan tetapi mereka seperti apa yang Allah Ta’ālā katakan:
وَإِن يَرَوْا۟ ءَايَةً يُعْرِضُوا۟ وَيَقُولُوا۟ سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus“. (QS al-Qomar: 2)
Setelah itu, Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin kembali kepada kehidupan semula. Sedangkan orang-orang kafir, meskipun mereka tidak memboikot lagi, namun tetap berupaya menghalangi dakwah Rasulullah ﷺ.
Disadur dari buku: Ar-Raḥīq Al-Makhtūm