Kisah Rasulullah Hijrah Ke Madinah

11 menit waktu membaca

Daftar Isi

Pionir-Pionir Hijrah

Setelah Baiat Aqabah kedua selesai, dan setelah Islam mendapatkan wilayah yang siap menampung mereka. Maka sejak saat itu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengizinkan para sahabatnya berhijrah ke Madinah.

Tantangan hijrah sangatlah berat. Para sahabat hams menanggung berbagai macam resiko agar dapat hijrah. Ada yang meninggalkan sanak saudaranya, hartanya, bahkan ada yang terancam jiwanya. Belum lagi meninggalkan kampung halaman yang sudah pasti berat bagi setiap orang.

Namun demikian satu persatu, kaum muslimin berhasil melakukan hijrah ke Madinah. Umumnya mereka pergi secara berkelompok dan sembunyi-sembunyi, hanya sedikit mereka yang pergi dengan terang-terangan.

Selang dua bulan lebih beberapa hari setelah Baiat Aqabah kedua, akhimya tidak ada kaum muslimin yang tersisa di Makkah kecuali Rasululla ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Ali bin Thalib raḍiyallāhu ‘anhumā, serta orang-orang Islam yang ditahan olah kaum musyrikin.

Sementara itu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sedang menunggu Allah mengizinkannya pergi berhijrah. Abu Bakar yang saat itu telah bersiap-siap untuk hijrah, diminta Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk ikut menemaninya.

Parlemen Quraisy (Dārun Nadwah)

Setelah mengetahui kepergian para sahabat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, kaum kafir Quraisy mengalami ketakutan. Bayangan bahaya besar yang ada di depan mereka dan merasa bahwa keberadaan mereka secara idiologis dan ekonomi sangat terancam. Sebab mereka tahu betul pengaruh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terhadap para sahabatnya untuk membela dan memperjuangkan akidahnya, apalagi jika dengan kekuatan kaum muslimin Madinah yang kini telah bersatu setelah sekian lama dilanda pertikaian antara suku.

Di sisi lain, letak kota Madinah sangat strategis. Kota tersebut merupakan tempat lalu lalang kafilah dagang dari Yaman ke Syam. Saat itu penduduk Mekkah biasa melakukan perjalanan bisnis ke negri Syam dengan nilai perdagangan yang sangat tinggi. Dan semua itu sangat tergantung dengan kondisi keamanan di jalur tersebut.

Bertitik tolak dari hal itu, para pembesar Quraisy sepakat berkumpul untuk membicarakan cara paling efektif untuk menghadapi bahaya tersebut.

Maka pada hari Kamis, 26 Shafar tahun 14 kenabian, diadakan pertemuan yang paling penting dalam sejarah suku Quraisy di Dārun Nadwah; tempat yang biasa mereka pergunakan untuk bermusyawarah membicarakan masalah-masalah penting di tengah masyarakat.

Pada pertemuan tersebut, semua utusan dari suku-suku Quraisy berupaya memadamkan cahaya dakwah yang dibawa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Hadir pula dalam pertemuan tersebut, seorang tua yang mengaku dirinya sebagai orang tua dari Nadj, sebenamya dia adalah setan yang menyerupai manusia.

Kesepakatan Untuk Membunuh Rasulullah

Setelah rapat sekian lama, akhimya mereka sampai pada kesepakatan untuk membunuh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Kesepakatan itu diambil setelah Abu Jahal menyampaikan pendapat tersebut; dengan cara setiap suku mengirimkan seorang pemudanya yang gagah perkasa serta dibekali sebilah pedang yang tajam. Kemudian mereka diperintahkan secara bersama membunuh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Pendapat inilah yang akhimya disepakati, dan temyata dikuatkan oleh orang tua dari Najd tadi.

Hijrahnya Rasulullah

Ketika kesepakatan membunuh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah diambil, malaikat Jibril segera memberitahu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang rencana mereka. Dia juga memberitahukan bahwa Allah Ta’ālā telah mengizinkannya untuk melakukan hijrah.

Rasulullah segera menuju rumah Abu Bakar, di siang hari yang terik dan pada waktu yang biasanya jarang orang lalu lalang.

Sesampainya di rumah Abu Bakar, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meminta kepadanya agar tidak ada seorangpun keluarganya yang berada di dalam, karena dia akan menerangkan rencana perjalanan Hijrahnya kepadanya. Abu Bakar sangat gembira dengan dipilihnya dia sebagai teman yang mendampingi hijrah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Setelah itu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam kembali ke rumahnya, menunggu datangnya malam.

Pengepungan Rumah Rasulullah

Pada saat yang sama, para pembesar Suku Quraisy sudah bersiap-siap untuk melaksanakan rencana mereka. Rencana sudah mereka susun di siang harinya secara matang. Mereka telah memilih 11 orang dari masing-masing suku untuk menunaikan tugas tersebut.

Ketika gelap malam mulai tiba, mereka bergerak dengan mengintai rumah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan kesepakatan, ekskusi tersebut akan mereka lakukan pada pertengahan malam. Mereka sangat yakin pembunuhan tersebut akan berhasil dilaksanakan.

Namun di balik semua itu ada Allah Ta’ālā yang selalu melindungi hamba-Nya dan berbuat sesuai kehendak-Nya. Dia Ta’ālā berfirman:

 وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ ٱللَّهُ ۖ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلْمَٰكِرِينَ

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”[1]

Maka pada waktu yang sangat kritis tersebut, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu ‘anhu untuk tidur di tempat tidumya dengan menggunakan selimut yang biasa beliau gunakan.

Setelah itu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam keluar menerobos kepungan mereka, dan pada saat itu penglihatan mereka (orang-orang kafir Quraisy) Allah cabut sehingga tidak melihat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau sempat mengambil tanah sebanyak dua genggam tangannya dan meletakkannya di atas kepala­kepala mereka.

 وَجَعَلْنَا مِنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.[2]

Kemudian pada malam itu juga, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berjalan menuju rumah Abu Bakar raḍiyallāhu ‘anhu.

Sementara itu, para pengepung rumah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam masih menunggu-nunggu waktu pelaksanaan pembunuhan tersebut. Namun seseorang datang melewati tempat mereka, seraya bertanya: “Apa yang kalian tunggu?” Mereka menjawab: “Muhammad,” orang tersebut lantas berkata: “kalian telah tertipu dan gagal, demi Allah, dia telah pergi meninggalkan kalian, dan dia telah menuangkan debu di atas kepala kalian.” Mereka berkata: “Demi Allah, kami tidak melihatnya,” lalu mereka membersihkan debu dari kepala mereka.

Mereka segera masuk ke rumah dan melihat ada seseorang yang sedang tidur. Mereka mengira bahwa dia adalah Rasulullah yang sedang tidur dibalik selimutnya. Padahal yang tidur di tempat itu adalah Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu ‘anhu.

Dari Rumah Menuju Gua

Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya pada malam 27 Shafar tahun 14 kenabian. Lalu beliau mendatangi rumah sahabatnya; Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq. Kemudian lewat pintu belakang, mereka berdua segera bertolak keluar Mekkah, sebelum fajar terbit.

Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menyadari betul, bahwa ketika orang kafir Quraisy mengetahuinya hijrah ke Madinah, mereka akan dengan sekuat tenaga mencegahnya. Dan yang paling pertama mereka lakukan adalah mengejar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam lewat jalur yang biasa digunakan untuk menuju Madinah, yaitu ke arah utara. Karena itu untuk menghindari kejaran mereka, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menempuh jalur yang berlawanan sama sekali, yaitu berjalan ke arah selatan, menuju ke negeri Yaman. Beliau dan Abu Bakar terus berjalan hingga sekian mil, sampai kemudian mereka tiba di Gunung Tsur; gunung yang tinggi menjulang dengan jalan yang curam serta sulit didaki. Lalu pada ketinggian gunung tersebut mereka beristirahat di sebuah gua yang di kenal sebagai Gua Tsur.

Di Gua Tsur

Sebelum masuk ke dalam gua, Abu Bakar mencegah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam masuk terlebih dahulu sebelum dirinya, supaya jika terjadi sesuatu, hanya akan menimpa dirinya. Kemudian setelah masuk ke dalam gua, beliau mendapati banyak lobang di dalamnya, maka dia sobek kainnya untuk menutup lubang tersebut, hingga tersisa dua lubang yang tidak terdapat lagi sisa kain untuk menutupnya, akhimya kedua kakinya dijulurkan untuk menutupi kedua lobang tersebut. Setelah itu baru beliau mempersilahkan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk masuk.

Maka masuklah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berbaring dan tidur di atas pangkuannya. Sebagai bukti kecintaan Abu Bakar terhadap Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap menahan kakinya menutupi lobang itu agar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak terbangun dari tidurnya walaupun kakinya dipatuk sesuatu dari dalam lubang tersebut, beliau tahan rasa sakitnya hingga air matanya menetes mengenai wajah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam hingga beliau terbangun. Setelah mengetahui sebabnya, maka Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meludahi kaki beliau hingga hilang rasa sakitnya.

Di dalam gua tersebut mereka menetap selama tiga malam. Abdullah bin Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq, setiap malam menemui keduanya untuk menyampaikan berita yang dia dengar dari Kaum Quraisy di siang harinya, lalu menjelang Fajar dia segera pulang, sehingga pagi harinya sudah berada di tengah masyarakat Mekkah tanpa menimbulkan kecurigaan.

Sementara itu, Amir bin Fuhairah -budak Abu Bakar­ menggembala kambing di sekitar tempat tersebut, dia bertugas memberikan hasil perahan susu kambingnya kepada mereka berdua, juga untuk menghilangkan jejak Abdullah bin Abu Bakar dengan menggiring kambingnya pada bekas-bekas tapaknya.

Di sisi lain, Kaum Quraisy sangat galau ketika mereka tidak juga dapat menemukan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam hingga pagi hari. Mereka segera memukul Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu ‘anhu, diseretnya dia ke Kakbah dan ditahan di sana selama beberapa jam, namun mereka tidak mendapatkan informasi apa-apa darinya. Merekapun mendatangi rumah Abu Bakar, namun mereka juga tidak mendapatinya. Asma` yang ketika itu ditanya tentang keberadaan Abu Bakar, menyatakan tidak tahu, Abu Jahal menamparnya dengan keras, hingga anting-antingnya terlepas.

Kaum kafir Quraisy segera mengumumkan sayembara dengan hadiah seratus unta bagi siapa saja yang dapat menangkap Rasulullah, hidup atau mati. Setelah pengumuman tersebut, semakin banyak orang mencarinya dengan sungguh-sungguh ke segala penjuru. Bahkan di antara mereka ada yang sudah tinggal beberapa langkah di depan Gua Tsur. Abu Bakar sudah melihat kaki-kaki mereka tampak di mulut gua, seandainya mereka menunduk sedikit saja, niscaya mereka segera menemukannya.

Abu Bakar yang ketakutan, khawatir mereka akan menemukan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, namun beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menenangkan, dengan bersabda:

ما ظنك يا أبا بكر، باثنين الله ثالثهما

Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar, dengan dua orang yang di mana ketiganya adalah Allah.”

Dan pada akhirnya para pencari itu pun pergi meninggalkan tempat tersebut.

Ketika upaya pencarian sudah mulai reda, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersiap-siap berangkat menuju ke Madinah.

Sebelumnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah menyewa Abdullah bin Uraiqiṭ Al-Laiṡi sebagai penunjuk jalan, mereka telah berjanji untuk bertemu di depan Gua Tsur setelah tiga malam berikutnya dengan dua hewan tunggangan.

Sementara itu, Asma` binti Abu Bakar bertugas menyiapkan perbekalan makanan bagi keduanya. Untuk membawa dua tempat makanan dia harus memotong ikat pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat ransum makanannya, dan satu lagi untuk dia pakai sebagai ikat pinggang. sehingga dia dikenal dengan sebutan “Żātunniṭoqoin” (Wanita pemilik dua ikat pinggang).

Setelah segala sesuatunya siap, berangkatlah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar ash-Shiddiq raḍiyallāhu ‘anhu dengan penunjuk jalan Abdullah bin Uraiqiṭ, yang saat itu masih kafir namun dipercaya oleh mereka.

Pertama-tama mereka lewat arah selatan menuju Yaman, kemudian ke arah barat menuju pantai, hingga sampai pada tempat yang tidak biasa dilewati orang, mereka merubah haluan ke arah utara dekat laut merah, lalu menempuh jalur yang tidak biasa dilalui manusia.

Di tengah perjalanan, mereka dikejar oleh Suraqah yang mengetahui berita perjalanan mereka dari seseorang. Namun ketika jarak mereka sudah sangat dekat, berkali-kali kuda yang dinaiki Suraqah tersungkur tidak dapat berjalan, sampai akhirnya dia membatalkan rencananya untuk menangkap Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Singgah Di Quba

Pada hari Senin, tanggal 8 Rabiul Awal tahun 14 kenabian atau tahun pertama Hijriah, Rasulullah singgah di Quba. Di sana beliau menetap selama 4 hari dan membangun masjid Quba, lalu salat di sana. Itulah masjid yang pertama kali dibangun dengan landasan takwa setelah kenabiannya.

Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu ‘anhu, setelah menyelesaikan urusan yang dipesankan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, segera menyusul beliau hijrah ke Madinah dan menemuinya di Quba.

Pada hari Jumat, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Quba, untuk menuju Madinah, serombongan Bani Najjār mengawal perjalanan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Setibanya di Bani Salim bin ‘Auf mereka melakukan salat Jumat.

Masuk Ke Kota Madinah

Setelah selesai Jumat, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memasuki kota Madinah. Pada saat itu nama kota Yaṡrib diganti menjadi Madīnatur Rasūl (Kota Rasul), kemudian lebih mudah disebut sebagai Kota Madinah.

Beliau disambut dengan gembira oleh Kaum Muslimin di Madinah, kebahagian dan kegembiraan sangat tampak di kalangan kaum muslimin ketika menyambutnya. Merekapun melantunkan bait-bait syair penyambutan yang semarak:

أشرق الـبدر عليـنا

مـن ثنيـات الوداع

وجب الشكـر عليـنا

مـا دعــــا لله داع

أيها المبعوث فينا

جئت بالأمر المطـاع

Bulan Pumama telah terbit kepada kami

Dari Ṡaniatil Wada

Kami harus bersyukur

Atas apa yang dia serukan di jalan Allah

Wahai orang yang diutus untuk kami

Engkau datang membawa perkara yang harus ditaati

Kalangan Ansor, meskipun mereka tidak kaya raya, mereka berebut agar rumahnya menjadi tempat singgahan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, Setiap kali Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berlalu di depan rumah mereka, tali hewan tunggangannya mereka tarik-tarik, berharap agar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam singgah di rumahnya. Namun Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meminta agar membiarkan untanya berjalan sendiri.

Dibiarkanlah unta tersebut berjalan, hingga kemudian dia berhenti dan berdekam di tempat yang sekarang menjadi Masjid Nabawi, kemudian berjalan lagi sebentar, namun kembali lagi ke tempat semula.

Kemudian Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapakah yang rumahnya paling dekat dari tempat ini?” Abu Ayyub berkata: “Saya ya Rasulullah!” Akhirnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam singgah di rumah Abu Ayyub Al-Anṣori.

Beberapa hari kemudian, istri Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menyusul ke Madinah; Saudah dan kedua anak beliau; Fatimah dan Ummu Kulṡūm. Lalu Usamah bin Zaid, Ummu Aiman. Ikut juga bersama mereka Abdullah bin Abu Bakar yang membawa keluarga Abu Bakar, termasuk di dalamnya Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā.

Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berdoa:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا المَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أوْ أشَدَّ حُبا، وصَحِّحْهَا، وبَارِكْ في صَاعِهَا ومُدِّهَا، وانْقُلْ حُماهَا فَاجْعَلْهَا في الجُحْفَةِ

Ya Allah, berilah kami rasa cinta terhadap Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau lebih dari itu, sebarkanlah kesehatan di dalamnya. Berkahilah takaran dan ukurannya, pindahkanlah (penyakit) demamnya dan tempatkanlah di Juhfah.

Sampai di sini berakhirlah periode pertama bagian kehidupan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, yaitu Periode Dakwah di Makkah.

Disadur dari buku: Ar-Raḥīq Al-Makhtūm

Baca Sebelumnya…

Semoga kisah kali ini tentang hijrahnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ke Madinah bermanfaat.

Catatan Kaki

Catatan Kaki
1 QS. Al-Anfal: 30
2 QS. Yasin: 9
Ditulis oleh Ustaz Muhammad Thalib, MA
Diambil dari website: mutiaradakwah.com
Print Artikel

Berlanggan Artikel Mutiara Dakwah

Berlangganlah secara gratis untuk mendapatkan email artikel terbaru dari situs ini.

Trending
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email

Tambahkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Kisah Baiat Aqabah Kedua
Muhammad Thalib, MA

Kisah Baiat Aqabah Kedua

Baiat Aqabah Kedua Pada musim haji tahun ke-13 kenabian. Kaum muslimin dari Madinah yang berjumlah tujuh puluhan, ikut dalam rombongan orang-orang musyrik untuk melakukan ibadah haji. Setibanya di sana, mereka

Baca Selengkapnya »
Kisah Baiat Aqabah Pertama
Muhammad Thalib, MA

Kisah Baiat Aqabah Pertama

Baiat Aqabah Pertama Sebagaimana telah disebutkan bahwa ada enam pemuda Madinah yang masuk Islam pada musim haji tahun ke-11 kenabian dan mereka berjanji untuk menyampaikan misi yang dibawa Rasulullah ṣallallāhu

Baca Selengkapnya »
Kisah Rasulullah Isra Mi'raj
Muhammad Thalib, MA

Kisah Rasulullah ﷺ Melakukan Isra Mikraj

Di tengah kesedihan mendalam karena ditinggal orang-orang terdekat, sementara tekanan dari pihak orang Kafir Quraisy kian bertambah. Terjadilah sebuah peristiwa besar yang selalu disebut dalam sejarah, yaitu peristiwa Isra Mikraj

Baca Selengkapnya »

Apakah Anda Ingin Meningkatkan Bisnis Anda?

Tingkatkan dengan cara beriklan

Formulir anda berhasil dikirim, terimakasih

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

Hukum Shalat Memakai Masker Saat Pandemi Covid-19 Setiap Amalan Tergantung Niatnya Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran Mengkhatamkan Al-Qur`an Sebulan Sekali Pelajari Adab Sebelum Ilmu Kenapa Kita Harus Belajar Fikih Muamalat? Tata Cara Wudhu Yang Benar Pembagian Tauhid dan Maknanya Hukum Belajar Bahasa Inggris Kisah Rasulullah Hijrah Ke Madinah Mengajak Orang Lain Berbuat Baik, Tapi Lupa Diri Sendiri