Ketika usia Rasulullah ﷺ mendekati 40 tahun, beliau mulai suka menyendiri dan menghindari keramaian kehidupan kaumnya yang penuh kesyirikan dan perbuatan nista. Berbekal makanan dan air secukupnya, beliau sering pergi menuju gua Hira yang berjarak sekitar dua mil dari pusat kota Makkah.
Dalam kesendirian tersebut, beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah dan merenungi kebesaran alam di sekelilingnya serta menyadari akan adanya kekuasaan yang agung di balik semua penciptaan ini.
Demikianlah, hal tersebut Allah Ta’ālā kehendaki baginya sebagai awal dan persiapan untuk menerima sebuah misi besar yang akan merubah sejarah kemanusiaan. Karena itu, jiwanya harus dibersihkan dari hiruk pikuk duniawi dengan segala kotoran yang ada di dalamnya.
Hal tersebut berlangsung selama tiga tahun sebelum diturunkannya tugas kerasulan.
Setelah sekian lama beliau melakukan khalwah (menyendiri), membersihkan jiwanya dengan memperhatikan besarnya kekuasaan di balik kebesaran alam ini, maka Allah berikan beliau kemuliaan dengan mengangkatnya sebagai seorang Rasul sekaligus penutup dari para Nabi dan Rasul.
Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, tepat saat beliau berusia 40 tahun dalam hitungan Hijriah. Dan sejak saat itulah, tahun kenabian dihitung.
Turunnya Wahyu Pertama
Kejadiannya ditandai dengan malaikat Jibril yang datang kepadanya dan memeluknya sebanyak tiga kali.
Setiap kali Jibril memeluknya, dia berkata: “Bacalah!“
Setiap kali itu pula Rasulullah ﷺ menjawab: “Saya tidak dapat membaca.“
Rasulullah ﷺ sangat keletihan sekali. Takut dan panik menghantui dirinya…
Setelah itu Jibril membacakan:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ
الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan!
Dia telah meciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”
(QS. Al-Alaq: 1-5)
Kemudian Jibril pergi meninggalkannya.
Rasulullah ﷺ kembali ke rumahnya dengan badan gemetar, beliau khawatir bahwa apa yang baru saja dialami akan mencelakakan dirinya. Kemudian beliau masuk rumah menemui Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā, seraya berkata, “Selimuti aku .... Selimuti aku!“
Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā segera menyelimutinya. Ketakutan pun hilang dari diri Rasulullah ﷺ. Kemudian beliau menceritakan kepada istrinya yang setia apa yang terjadi di gua Hira.
“Saya khawatir akan terjadi sesuatu pada diri saya,” ujar Rasulullah ﷺ.
Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā segera menenangkan dan menghibur suaminya seraya berujar:
كلا، والله ما يخزيك الله أبدا؛ إنك لتصل الرحم، وتحمل الكل، وتَكسِبُ المعدومَ، وتقري الضيف، وتعين على نوائب الحق
“Tidak sama sekali! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya. Engkau adalah orang yang suka menyambung silaturrahmi, menanggung beban orang lain, membantu orang yang lemah, menghormati tamu, dan suka menolong dalam kebaikan.”
Kemudian Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā bersama Rasulullah ﷺ pergi ke rumah pamannya, Waraqah bin Naufal. Dia adalah orang yang banyak mengetahui isi Kitab Taurat dan Injil. Orangnya sudah renta lagi buta.
Rasulullah ﷺ menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal tersebut Waraqah tampak gembira;
“Itu adalah malaikat Jibril yang Allah turunkan kepada Nabi Musa, engkaulah Nabi umat ini. Ah, sayang sekali, seandainya saja aku masih hidup, saat engkau diusir oleh kaummu.“
“Apakah mereka akan mengusir aku?”
“Ya, tidak ada seorangpun membawa seperti apa yang kamu bawa kecuali dia akan dimusuhi. Seandainya aku mengalami saat hal itu terjadi, aku akan membelamu sungguh-sungguh”, kata Waraqah.
Namun ternyata Waraqah meninggal dunia ketika wahyu sempat terputus beberapa lama (setelah wahyu pertama).
Turunnya Wahyu Kedua
Setelah wahyu pertama turun, beberapa hari lamanya, tidak ada lagi wayhu yang turun. Hal tersebut membuat Rasulullah ﷺ gelisah dan bersedih. Beliau terus menanti wahyu berikutnya diturunkan.
Sebenarnya hal ini merupakan sarana untuk menenangkan diri agar beliau sadar dengan apa yang dialami pada kali pertama menerima wahyu dan untuk meyakinkan bahwa beliau kini telah menjadi seorang utusan Allah Ta’ālā.
Hingga kemudian suatu hari, ketika beliau sedang berjalan, tiba-tiba terdengar suara dari langit. Ketika beliaumencarisumber suara tersebut, beliau menyaksikan malaikat yangmendatanginya di gua Hira sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Beliau kembali merasakan ketakutan yang luar biasa hingga terjatuh di tanah. Kemudian beliau segera pulang menemui isterinya Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā seraya berucap, “Selimuti aku, selimuti aku!“ Kemudian Khadijah raḍiyallāhu ‘anhā menyelimutinya.
Pada saat itulah wahyu kedua Allah turunkan, yaitu:
يَٰٓا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
قُمْ فَأَنذِرْ
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
- “Hai orang yang berselimut,
- Bangunlah, lalu berilah peringatan!
- Dan Tuhanmu, agungkanlah!
- Dan pakaianmu, bersihkanlah!
- Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah!
- Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak!
- Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah!
(QS. Al-Muddaṡṡir :1-7)
Dengan diturunkannya ayat ini, maka tugas Rasulullah semakin jelas, yaitu untuk menyeru umatnya agar mengagungkan Allah Ta’ālā dengan beribadah serta tunduk pada segala perintah dan ajaran-Nya.
Sejak saat itu, turunlah wahyu-wahyu berikutnya, menandai dimulainya sebuah perjuangan (jihad) tanpa henti untuk mendakwahkan serta menegakkan agama Allah di muka bumi ini.
Disadur dari buku: Ar-Raḥīq Al-Makhtūm