Pengertiannya
Salat kusuf adalah salat yang dilakukan ketika terjadi gerhana matahari, sedangkan salat khusuf adalah salat yang dilaksanakan saat terjadinya gerhana bulan. Salat kusuf dan khusuf termasuk ke dalam syiar-syiar agama islam
Hukumnya
Salat kusuf dan khusuf hukumnya adalah sunah muakadah (sunah yang sangat dianjurkan), baik saat kita tidak sedang berpergian (bukan musafir), ataupun saat kita berpergian (musafir), bahkan salat ini juga disyariatkan bagi para wanita. Dalam salat ini disyaratkan hal-hal seperti yang disyaratkan pada salat-salat lainnya, seperti bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, dan sebagainya. Salat ini dilaksanakan sebayak 2 rakaat tanpa azan dan tanpa ikamah, namun diserukan aṣ-ṣalātu jamāi’ah, disunahkan salatnya secara berjamaah maupun sendiri-sendiri, dan mengenai hal ini ada beberapa pendapat
Tata Cara Salatnya
Tata cara salatnya ialah, pada rakaat pertama membaca surah Alfatihah dengan suara nyaring (jahr), kemudian ruku` yang panjang, lalu bangkit dari ruku` lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari berdiri yang pertama, saat berdiri yang kedua ini pun membaca ayat Alquran, kemudian ruku` yang panjang tetapi lebih pendek dari ruku` yang pertama, kemudian bangkit dari ruku`, lalu sujud 2 kali yang panjang. Kemudian pada rakaat kedua melakukan apa yang dilakukan pada rakaat pertama. Jadi dalam setiap rakaat ada 2 ruku` dan 2 sujud, lalu tasyahud kemudian salam. Diriwayatkan dari nabi bahwa Nabi ﷺ beliau pernah juga melaksanakannya dengan cara lain. Disunahkan berzikir kepada Allah, berdoa, beristigfar, memerdekakan budak dan bersedekah. Hendaknya tidak langsung bubar begitu selesai salat jika matahari masih tertutup, tetapi disambung dengan berzikir kepada Allah dan beristigfar hingga matahari terang kembali
Dalil-Dalilnya
Dalil yang menunjukkan bahwa seruan untuk salat ini adalah aṣ-ṣalātu jamāi’ah dan tidak disunahkan azan dan ikamah, adalah, bahwa Nabi ﷺ melaksanakannya tanpa azan dan ikamah. Dalam suatu hadis yang berasal dari ‘Aisyah disebutkan, bahwa ia berkata yang artinya, “Ketika terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah ﷺ, beliau mengutus seorang penyeru untuk menyerukan aṣ-ṣalātu jamāi’ah, lalu beliu salat 4 ruku` dalam 2 rakaat dan 4 sujud” (Muttafaq ‘Alaih)
Tentang tata caranya dan bahwa itu dilaksanakan di masjid serta disyariatkannya salat gerhana bulan telah diisyaratkan oleh hadis Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa hidup Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ keluar ke masjid, beliau berdiri dan bertakbir sementara orang-orang berbaris dibelakangnya. Beliau membacakan ayat yang panjang kemudian takbir lalu ruku` (panjang) yang lebih pendek dari bacaan sebelumnya, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami’allāhu liman hamidah, rabbanā wa lakal hamd, kemudian beliau berdiri lalu membaca lagi ayat yang panjang tetapi lebih pendek dari bacaan yang pertama. Kemudian takbir lalu ruku` (yang panjang) tetapi lebih pendek dari ruku` yang pertama, kemudian bangkit sambil mengucapkan sami’allāhu liman hamidah, rabbanā wa lakal hamd, kemudian beliau sujud. Kemudian seperti itu pula yang beliau lakukan pada rakaat berikutnya sehingga seluruhnya menjadi 4 ruku` dan 4 sujud, sementara matahari sudah kembali terang sebelum beliau selesai. Kemudian beliau berdiri dan menyampaikan khotbah kepada orang-orang, beliau memuji Allah kemudian mengatakan, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidaklah mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian menyaksikan (kejadian)nya maka segeralah melaksanakan salat.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dalil yang menunjukkan pensyariatannya terhadap para wanita adalah bahwa Aisyah dan Asma raḍiyallāhu ‘anhumā ikut salat itu bersama Rasulullah ﷺ. (Muttafaq ‘Alaihi)