Kelahiran dan Masa Kecil Nabi Muhammad ﷺ

7 menit waktu membaca

Daftar Isi

Kelahirannya

Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah, di Makkah. Kemudian beliau hidup bersama ibundanya, Aminah binti Wahb dan kakeknya, Abdul Muṭṭalib. Beliau berada dalam pemeliharaan Allah dan perlindungan-Nya karena Dia hendak memuliakannya. Ketika Rasulullah ﷺ telah berusia enam tahun, Aminah binti Wahb, ibunya meninggalkannya untuk selamanya.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ibunda Rasulullah ﷺ, Aminah binti Wahb, meninggal dunia di Al-Abwa’, sebuah kawasan yang berada di antara Mekkah dan Madinah. Saat itu usia Rasulullah ﷺ baru enam tahun. Aminah membawa beliau mengunjungi paman-pamannya dari jalur ibunya di Bani Adi bin An-Najjar, kemudian ia meninggal dunia saat dalam perjalanan pulang menuju Makkah.

Di Bawah Asuhan Abdul Muṭṭalib

Setelah itu, Rasulullah ﷺ hidup bersama Abdul Muṭṭalib, kakeknya. Abdul Muṭṭalib mempunyai permadani khusus di Kabah. Anak-anaknya duduk di sekitar permadani tersebut. Tak seorang pun di antara anak-anaknya yang berani duduk di atas permadani tersebut karena demikian hormat kepadanya.

Saat masih kecil, Rasulullah ﷺ datang kemudian duduk di atas permadani tersebut. Melihat beliau duduk di permadani kakeknya, paman-pamannya memindahkannya dari permadani tersebut sehingga dengan demikian mereka bisa menjauhkan beliau dari Abdul Muṭṭalib. Melihat perlakukan anak-anaknya terhadap Rasulullah ﷺ, Abdul Muṭṭalib dengan bijak berkata, “Jangan larang anakku (cucuku) ini duduk di atas permadani ini. Demi Allah, kelak di kemudian hari dia akan menjadi orang besar.” Kemudian Abdul Muṭṭalib mendudukkan Rasulullah ﷺ bersamanya, membelainya dengan tangannya.

Di Bawah Asuhan Abu Ṭalib

Tatkala Rasulullah ﷺ berusia delapan tahun, kakeknya Abdul Muṭṭalib meninggal dunia. Sepeninggal Abdul Muṭṭalib, Rasulullah ﷺ kemudian diasuh oleh pamannya, Abu Ṭalib berdasarkan wasiat kakeknya Abdul Muṭṭalib, karena ayah Rasulullah ﷺ, Abdullah dan Abu Ṭalib adalah saudara kandung. Ibu mereka berdua adalah Faṭimah binti Amr bin Aiż bin Abd bin Imran bin Makhzum.

Perdagangan ke Syam

Abu Ṭalib menyertai rombongan dagang Quraisy menuju Syam. Tatkala ia telah siap untuk berangkat, menurut sebagian ulama, Rasulullah ﷺ berkeinginan untuk ikut pergi bersamanya. Abu Ṭalib tidak kuasa meninggalkannya. Ia berkata, “Demi Allah aku harus membawanya pergi bersamaku. Ia tidak boleh berpisah denganku selamanya.” Kemudian Abu Ṭalib berangkat dengan membawa Rasulullah ﷺ bersamanya.

Pertemuannya Dengan Pendeta Bahira

Ketika rombongan bisnis Quraisy sampai di Busra, sebuah kawasan di Syam, mereka bertemu dengan seorang pendeta bernama Bahira yang sedang berada di rumah ibadahnya. Ia adalah sosok yang paling tahu tentang agama Kristen. Di rumah ibadah itulah dia hidup sebagai seorang pendeta. Umat Nasrani belajar di rumah ibadah tersebut melalui sebuah kitab yang ada di dalamnya, yang diwariskan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagaimana disebutkan oleh para ulama.

Sebelumnya, rombongan Quraisy sering melewati Busra, namun pendeta Bahira tidak pernah mau bertemu dengan mereka, karena dia tidak peduli dengan rombongan dagang yang datang. Namun, pada tahun itu, tatkala rombongan Quraisy berhenti di dekat rumah ibadah Bahira, ia membuatkan makanan yang banyak sekali untuk mereka. Pendeta Bahira melakukan itu semua, menurut sebagian besar ulama, karena ada sesuatu yang dia lihat saat berada di dalam rumah ibadahnya. Ada pula yang mengatakan, ketika Bahira sedang berada dirumah ibadahnya, ia melihat Rasulullah ﷺ berada di tengah-tengah rombongan Quraisy, sedangkan awan menaungi beliau di selama berada dalam perjalanan.

Rombongan Quraiys berhenti di bawah rindang pohon dekat rumah ibaah Bahira. Bahira melihat awan ketika pohon menaungi Rasulullah ﷺ dan ranting-ranting pohon merunduk ke arah beliau sehingga Rasulullah bernaung di bawahnya. Saat Bahira menyaksikan peristiwa, ia keluar dari rumah ibadahnya dan menyuruh pembantunya membuat makanan, sedangkan ia sendiri pergi ke tempat rombongan bisnis Quraisy.

Ia berkata kepada mereka, “Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, mulai dari anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka semuanya ikut hadir.” Ada seseorang yang bertanya kepada Bahira, “Demi Allah wahai Bahira! Betapa luar biasanya tindakan yang engkau lakukan kepada kami di hari ini, padahal sebelum ini kami sering melewati tempat tinggalmu ini. Apa gerangan yang terjadi pada dirimu pada hari ini?” Bahira berkata kepada orang itu, “Engkau tidaklah salah. Aku dulu memang persis seperti yang engkau utarakan. Namun kalian adalah tamu dan aku suka untuk menjamu kalian. Aku telah membuat makanan untuk kalian dan aku ingin semua menikmatinya.”

Merekapun masuk ke rumah Bahira, sementara Rasulullah ﷺ tidak ikut bersama mereka karena masih kecil. Beliau bernaung di bawah pohon untuk menjaga perbekalan rombongan Quraisy. Ketika Bahira melihat rombongan Quraisy dan ia tidak menyaksikan apa yang telah ia ketahui, ia berkata, “Hai orang-orang Quraisy! Saya ingatkan, jangan sampai ada seorang pun yang tidak makan makananku ini.” Mereka berkata kepada Bahira, “Wahai Bahira! Masih ada seorang anak kecil di antara kami yang tertinggal di tempat perbekalan rombongan.” Bahira berkata, “Janganlah kalian bertindak seperti itu, panggillah dia agar makan bersama dengan kalian.” Salah seorang rombongan Quraisy berkata, “Demi Al-Lata dan Al-Uzza, sungguh sebuah aib bagi kami jika anak Abdullah bin Abdul Muṭṭalib tidak ikut serta makan bersama kami.” Setelah itu, Bahira datang menemui Rasulullah ﷺ, mendekapnya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy lainnya.

Ketika Rasulullah ﷺ datang, Bahira memperhatikan beliau dengan teliti, dan memperhatikan seluruh tubuhnya. Dari hasil penglihatannya, ia dapatkan sifat-sifat kenabian pada beliau. Tatkala mereka selesai makan, rombongan Quraisy berpencar sedangkan Bahira mendekati Rasulullah ﷺ dan bertanya kepada beliau, “Wahai anak muda! Dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza, aku akan bertanya kepadamu dan engkau hendaknya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu.” Bahira mengatakan seperti itu, karena ia mendengar bahwa kaum Rasulullah ﷺ  bersumpah dengan Al-Lata dan Al-Uzza. Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ menjawab, “Janganlah sekali-kali engkau bertanya tentang sesuatupun kepadaku dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melebihi keduanya.” Bahira berkata, “Baiklah aku bertanya padamu dengan menyebut nama Allah, dan hendaknya engkau menjawab pertanyaanku.” Rasulullah ﷺ berkata, “Tanyakanlah kepadaku apa saja yang hendak engkau tanyakan!”

Bahira menanyakan banyak hal kepada Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ pun menjawab apa yang dia tanyakan. Semua jawaban Rasulullah ﷺ sesuai dengan apa yang dia ketahui. Kemudian Bahira melihat punggung Rasulullah ﷺ, dan ia melihat tanda kenabian ada di antara kedua pundak persis seperti ciri-ciri Nabi yang diketahuinya

Ibnu Hisyam berkata, “Tanda kenabian Rasulullah ﷺ seperti bekas bekam.”

Sesaat setelah itu, Bahira menyapa Abu Ṭalib dan bertanya padanya, “Apakah anak muda ini putramu?’ Dengan cepat Abu Ṭalib menjawab, “Benar, dia putraku!” Bahira berkata, “Tidak! Dia bukanlah putramu. Anak muda ini tidak layak memiliki seorang ayah yang masih hidup.” Abu Ṭalib berkata, “Oh, ya! Dia anak saudaraku.” Bahira bertanya, “Apa pekerjaan ayahnya?” Abu Ṭalib menjawab, “Ayahnya meninggal dunia saat dia ada di dalam kandungan ibunya.” Bahira berkata, “Segera bawa pulang ponakanmu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jagalah dia dari kejahatan orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihatnya seperti yang aku saksikan, niscaya mereka membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi suatu perkara besar pada ponakanmu ini. Karena itulah, bawalah dia pulang segera ke negeri asalmu!”

Setelah menuntaskan urusan bisnisnya di Syam, Abu Ṭalib segera membawa Rasulullah ﷺ pulang ke Mekkah. Banyak orang mengklaim bahwa Zurair, Tamam, dan Daris, ketiganya Ahli Kitab, melihat pada diri Rasulullah ﷺ persis seperti yang Bahira lihat pada beliau dalam perjalanan bersama pamannya, Abu Ṭalib. Mereka bertiga berusaha keras mencari Rasulullah ﷺ, namun Bahira melindunginya dari mereka. Bahira mengingatkan mereka kepada Allah, tentang nama dan sifatnya yang bisa mereka temukan dalam kitab mereka, serta bahwa sekalipun mereka sepakat untuk membunuh beliau, mereka tidak mungkin dapat mendekati beliau. Bahira tidak henti-hentinya memberi nasihat hingga akhirnya mereka menyadari kebenaran ucapan Bahira dan mengurungkan niatnya untuk membunuh Rasulullah ﷺ, dan mereka berpaling meninggalkan Bahira.

Rasulullah ﷺ Mulai Tumbuh Dewasa

Rasulullah ﷺ tumbuh besar dan berkembang, sementara Allah menjaga dan melindunginya dari tradisi jahiliyah. Ini karena Allah hendak memuliakan dan memberikan risalah kepadanya. Hingga saat Rasulullah ﷺ telah dewasa, beliau menjadi pahlawan di tengah kaumnya, sosok yang paling baik akhlak dan budi pekertinya, paling mulia nasabnya, paling baik bertetangga, teragung sikap santunnya, paling benar tutur katanya, paling kuat memegang amanah, paling jauh dari kekejian dan akhlak-akhlak yang jelek, hingga akhirnya kaumnya menggelarinya dengan “Al-Amīn” karena Allah menghimpun dalam diri beliau sifat-sifat yang baik.

Rasulullah ﷺ pernah menceritakan tentang perlindungan Allah padanya dari perilaku jahiliyah sejak masa kecilnya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Pada masa kanak-kanakku, aku bersama dengan anak-anak kecil Quraisy mengangkat batu untuk satu permainan yang biasa anak-anak lakukan. Kami semua membuka baju dan meletakkannya dipundak masing-masing untuk memanggul batu. Aku ikut maju bersama dengan mereka. Namun tiba-tiba ada seseorang yang belum pernah berjumpa sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan sambil membisikkan sebuah kata, “Kenakan kembali pakaianmu!” Lalu aku segera mengambil pakaianku dan mengenakannya. Setelah itu, aku memanggul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian, tidak seperti yang dilakukan teman-temanku.*


* Disadur dari buku Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam

Baca selanjutnya…

Ditulis oleh Ustaz Muhammad Thalib, MA
Diambil dari website: mutiaradakwah.com
Print Artikel

Berlanggan Artikel Mutiara Dakwah

Berlangganlah secara gratis untuk mendapatkan email artikel terbaru dari situs ini.

Trending
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email

Tambahkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Kisah Baiat Aqabah Kedua
Muhammad Thalib, MA

Kisah Baiat Aqabah Kedua

Baiat Aqabah Kedua Pada musim haji tahun ke-13 kenabian. Kaum muslimin dari Madinah yang berjumlah tujuh puluhan, ikut dalam rombongan orang-orang musyrik untuk melakukan ibadah haji. Setibanya di sana, mereka

Baca Selengkapnya »
Kisah Baiat Aqabah Pertama
Muhammad Thalib, MA

Kisah Baiat Aqabah Pertama

Baiat Aqabah Pertama Sebagaimana telah disebutkan bahwa ada enam pemuda Madinah yang masuk Islam pada musim haji tahun ke-11 kenabian dan mereka berjanji untuk menyampaikan misi yang dibawa Rasulullah ṣallallāhu

Baca Selengkapnya »

Apakah Anda Ingin Meningkatkan Bisnis Anda?

Tingkatkan dengan cara beriklan

Formulir anda berhasil dikirim, terimakasih

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

join mutiara dakwah

Subscribe agar anda mendapatkan artikel terbaru dari situs kami

Hukum Shalat Memakai Masker Saat Pandemi Covid-19 Setiap Amalan Tergantung Niatnya Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran Mengkhatamkan Al-Qur`an Sebulan Sekali Pelajari Adab Sebelum Ilmu Kenapa Kita Harus Belajar Fikih Muamalat? Tata Cara Wudhu Yang Benar Pembagian Tauhid dan Maknanya Hukum Belajar Bahasa Inggris Kisah Rasulullah Hijrah Ke Madinah Mengajak Orang Lain Berbuat Baik, Tapi Lupa Diri Sendiri